Minggu, 07 Maret 2010

SETERAH!!

Aku masih ingat dengan jelas. Dulu aku benci ayahku. Dia melakukan hal-hal yang menurutku menandakan bahwa ia tak sayang padaku. Salah satunya ketika aku ulang tahun yang ke-10. Aku masih mengingat jelas, berbeda dengan ibuku yang langsung membelikaku baju, Ayah bertanya padaku, “Fa, minta dikado apa?”. Saat itu aku pengen banget mainan digimon yang bisa berubah jadi evolusinya. Aku takut untuk mengungkapkan, aku takut ia bakal menjawab, “kok mainan? Gak ada gunanya”. Dan ketakutanku yang paling besar adalah, ketika ia menolak permintaanku. Akhirnya dengan penuh harapan ia bisa mengerti apa yang aku inginkan, aku menjawab, “terserah”. Ayahku tersenyum, dia masuk ke kamarnya. Bilangnya sudah punya kado buatku. Dia keluar dari kamarnya, tahukah kalian apa yang ia bawa? Mainan digimon? Buku “Tanya kenapa” kesukaanku? BUKAN! Ia membawa setip!! Penghapus! Penghapus merk stadler yang dulu harganya masih Rp 500. Aku kecewa berat. Benar-benar kecewa berat. Dia berkata, “kamu kan bilangnya terserah”. Saat itu aku marah pada ayahku, aku mengangap ayah tak bia mengerti aku, aku menganggap ayah tidak saying aku seperti ia saying pada adik-adikku. Ini bukan yang pertama kalinya, pernah juga saat kita makan di restoran, ayahku bertanya pada kami semua (ibu dan kedua adikku), “mau minum apa?”. Ibuku minta teh panas, aku dan adik-adikku bilang, “terserah”. Tak lama kemudian, ia membawakan adik-adikku jus melon dan jus alpukat, ayah tau benar kesukaan mereka. Tapi tahukah apa yang ia bawakan untukku? AIR PUTIH! Detik itu juga aku merasa sangat amat tidak disayang, kecewa yang lebih besar daripada kado ultahku yang ke-10. Ia membawakan adik-adikku minuman yang memang mereka suka, ayahku tau itu. Tapi ia hanya membawakanku air putih, padahal ia sangat tahu, karena selera kita sama. Kita sama-sama suka jus semangka.

Tapi itu dulu, sekarang aku mengerti, tepatnya baru saja mengerti. Aku mengerti bahwa ternyata dulu, akulah anak yang paling disayang, ia mengajarkanku untuk memilih, ia mengajarkanku untuk tidak menggantungkan pilihanku pada orang lain, dengan caranya yang tak pernah ia jelaskan padaku. Ia ingin menunjukkan padaku, bahwa begitu menyesalnya aku, ketika aku tidak memilih. Aku menangis. Aku menangis, mengagumi betapa hebatnya caranya mencintaiku. Seandainya dari dulu aku mengerti, mungkin aku tak akan pernah membencinya sedikitpun. Kejadian yang sengaja ayahku berikan padaku, hanyalah kejadian-kejadian kecil. Untuk contoh kejadian-kejadian besar yang bakal datang nanti. Hidup itu pilihan, siapa yang tidak memilih, berarti ia tak hidup. ~quotes dari ayahku. Ya. Semua itu pilihan. Dimana kamu berada, akan menjadi apa kamu nantinya, semua itu pilihan. Bahkan ketika kamu bilang terserah sekalipun, bahkan ketika kamu terpaksa memilih sekalipun. Semua itu tetap pilihan. Kamu memilih untuk tidak memilih, kamu memilih untuk menerima paksaan dari seseorang. Kita tak bisa menyalahkan siapapun atas apa yang terjadi pada kita. Karena apa yang terjadi pada kita, adalah sebab dari pilihan-pilihan kita. Kita tak bisa menyalahkan teman-teman kita ketika kita ketularan sifat-sifat jelek yang mereka miliki, kita tak bisa menyalahkan teman-teman kita ketika kita ikut-ikutan ngomong kasar seperti yang biasa mereka ucapkan. Toh itu pilihan kita sendiri, kita memilih berteman dengan mereka, kita memilih mengikuti mereka. Semua itu adalah pilihan yang telah kita buat. Dewasalah. Berhentilah menyalahkan orang lain atas yang terjadi terhadap kita. Mulailah memilih. Memilih untuk kehidupan yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar